ARMADA YANG TERLUKA
OLEH: CREAMUS POEMS
Jakarta dan sekitarnya, 1 Mei – 18 Mei 2008
Kami dua penyair dan satu perupa. Kata dan sketsa berangkat ke ibu kota bersama sepeda. Dan sejak lebih dari dua minggu lalu, sedari pagi pukul enam hingga pukul enam pagi keesokannya kami menekuni metropolitan. Entahlah. Puisi performance kali ini mungkin mengakrabi kecepatan peristiwa yang berlalu. Menghakrabi kehangatan manusia dan lingkungannya yang tersa semakin jauh dari hangat; panas. Terima kasih buat teman teman ‘ Rumah Buah ‘ Mak Lisa di Lenteng Agung, rumah yang tersa ajaibberikut jakartanya yang sepertinya enggan beringsut dari macet dan segenap gelisahnya kaum urban. Kami berharap semangat kita tetap terjaga untuk MERAWAT LINGKUNGAN HIDUP DEMI KEHIDUPAN. Tetap semangat. Bersepedalah. Tetap berkarya apapun fasilitasnya. Dan seandainya kelak kebudayaan akhirnya semakin tidak beres tumbuh dan berkembang di kota yang kemruyuk ini, selembar ini semoga menguatkan sesuatu yang rapuh itu. Terima kasih. Salam
…………………………………………………………………………………………………………………
Puisi no. 1 Nineteen Day On Bicycle = Toilet Kota Makan Sepeda
Hari berjalan tidak terlalu cepat dan hujan. Getah pohon menembus kota, di kebisingan kotak besi bermesin, sirene kereta, gedung gedung yang munculnya seperti kompetisi olahraga. Tubuhku masih di kepung mereka. Terkadang sayur mayur malam menghujani dengan aromanya di pasar minggu atau terowongan jalan, yang kulitnya mirip jalan jalan di sepanjang Valencia.Apa kabar kamu, masih bernafas ? Sepeda tinggi melabrak jalan becek, asap rambutnya menyisir tubuh jeruk nipis. Pada saat yang sama, rumah buah-buahan menyambut tanpa komp[romi.Berhari hari tubuh ditelan sepeda dan angin kota. Sakit dan rindu. Darimana tubuh tubuh asing itu datang ? yang setiap hari melintas pada pohon pohon kota yang telah tua, tak sanggup mengenali lagi remah remah roti apalagi sungai sungai. Apakah kau terjebak beton beton padat ?;Bukankah kasihan tak bisa di percakapkan?;Rebutlah waktu dengan kedalaman tubuhmu.
Puisi no.2 Grace di reruntuhan peradaban
Mata menangkap kota yang menangkap air garam dari tubuh. Waktu menempel ketat dan kata mengikat kencang mengikuti dengan riuh atau terkadang bisu sama sekali.Jakarta tidak mengemban Jogja yang gelisah. Rupa rupa spirit urban bergaul dengan rupa rupa mesin yang macet menunggu kepalsuan berikutnya.Dua kereta angin memotong waktu.Jembatan sebrang pejalan kaki dipaksa iba memangkas jarak. Perempuan muda cantik dari gedung lantai enam bertemu keringat yang belum kering. Seraut wajah teduh yang seperti pernah kujamah. Telapak tangan kaku yang bertukar senyum. Peristiwa yang lembut dan hangat. Kami ke angkasa lain di ruang orang orang rapi selesai hajat pagi yang ranum. Kereta angin di tempat yang tak semestinya. Wajah wajah yang sibuk menghindari derita berkerumun menyimpan kejutnya rapi di lantai karpet bersih dan udara yang tersaring baik, demi melihat kami. Sapa bertukar nama. Grace menggiring ke meja makan.Sahabat mengambil puding dari meja yang lain. Sepiring puding habis sebelummenu utama nasi yang sekuning bunga matahari. Percakapan seperti drama radio. Ruang dan waktu bergerak pelan menuntun hasrat ke gerai kopi di lahan subur para pemodal, menimang nimang lidah pribumi: Senja lindap begitu saja.
…………………………………………………………………………………………………………………
“ Sembilan belas hari tiga sepeda di halaman kota, dan kota menjadi ranjang yang akrab. Apakah segala sudah tersedia ?Ada yang tidak beres dengan ranjang metropolitan ini, wajah pionir menjadi kabur, kota menjadi sekotak perhiasaanyang menjelma mimpi di siang bolong. “
………………………………………………………………………………………………
Creamuspoems ;
Lahir bukan kebetulan melainkan upaya kerja-kerja personal dengan mencoba merumuskan dunia puitis dari alam semesta, dan menjalani dengan ringan dan menyenangkan tanpa harus kehilangan keseriusan. Prinsip kerjanya, berawal dari teks, membedah dan merumuskan terciptanya konstruksi puitik yang sangat terbuka bagi setiap bentuk hasil akhir. Pada kerja yang sudah-sudah, konstruksi dilakukan berdasar pemahaman bunyi, bentuk visual, serta gerakan-gerakan yang sangat mandiri dan bebas namun satu dan yang lainnya saling berkaitan, walau terkadang ketika merumuskannya, eksekusi karya tersebut bisa sangat personal, sangat subyektif. Untuk itu pada setiap pertunjukannya Creamus selalu menyertakan sebuah ’kertas performance‘, semacam selebaran yang berisi teks puisi dan sedikit kata pengantar. Hal yang diharapkan dapat menumbuhkan ruang diskusi secara terbuka dan memungkinkan terciptanya sebuah relasi manusia yang utuh, yang semoga dapat membimbing Creamus untuk bersentuhan, mengalami dan menyimpan banyak hal ketika perjumpaan itu tidak harus dibatasi oleh status sosial, profesi, usia, kelas, kultur, kulit, agama, berapa jumlah penghasilan perbulan dan sebagainya, namun justru saling berbagi perbedaan dan pada saat itulah penghargaan terhadap manusia menjadi penting dan semakin sangat penting bagi Creamus. Secara sederhana kiranya demikian semangat yang coba kami jaga dan tawarkan. Terima kasih. Salam.
Puisi Performance Creamuspoems; Yoyo jewe dan Bagus Dwi Danto Teks Yoyo jewe dan Inna Hudaya Performer Yoyo jewe, Bagus Dwi Danto,Inna Hudaya, Sono Tatto Support RUMAH BUAH – LENTENG AGUNG Road Manager Inna Hudaya>> 081562969500 Email/Blog creamuspoems@yahoo.com - www.creamuspoems.blogspot.com
OLEH: CREAMUS POEMS
Jakarta dan sekitarnya, 1 Mei – 18 Mei 2008
Kami dua penyair dan satu perupa. Kata dan sketsa berangkat ke ibu kota bersama sepeda. Dan sejak lebih dari dua minggu lalu, sedari pagi pukul enam hingga pukul enam pagi keesokannya kami menekuni metropolitan. Entahlah. Puisi performance kali ini mungkin mengakrabi kecepatan peristiwa yang berlalu. Menghakrabi kehangatan manusia dan lingkungannya yang tersa semakin jauh dari hangat; panas. Terima kasih buat teman teman ‘ Rumah Buah ‘ Mak Lisa di Lenteng Agung, rumah yang tersa ajaibberikut jakartanya yang sepertinya enggan beringsut dari macet dan segenap gelisahnya kaum urban. Kami berharap semangat kita tetap terjaga untuk MERAWAT LINGKUNGAN HIDUP DEMI KEHIDUPAN. Tetap semangat. Bersepedalah. Tetap berkarya apapun fasilitasnya. Dan seandainya kelak kebudayaan akhirnya semakin tidak beres tumbuh dan berkembang di kota yang kemruyuk ini, selembar ini semoga menguatkan sesuatu yang rapuh itu. Terima kasih. Salam
…………………………………………………………………………………………………………………
Puisi no. 1 Nineteen Day On Bicycle = Toilet Kota Makan Sepeda
Hari berjalan tidak terlalu cepat dan hujan. Getah pohon menembus kota, di kebisingan kotak besi bermesin, sirene kereta, gedung gedung yang munculnya seperti kompetisi olahraga. Tubuhku masih di kepung mereka. Terkadang sayur mayur malam menghujani dengan aromanya di pasar minggu atau terowongan jalan, yang kulitnya mirip jalan jalan di sepanjang Valencia.Apa kabar kamu, masih bernafas ? Sepeda tinggi melabrak jalan becek, asap rambutnya menyisir tubuh jeruk nipis. Pada saat yang sama, rumah buah-buahan menyambut tanpa komp[romi.Berhari hari tubuh ditelan sepeda dan angin kota. Sakit dan rindu. Darimana tubuh tubuh asing itu datang ? yang setiap hari melintas pada pohon pohon kota yang telah tua, tak sanggup mengenali lagi remah remah roti apalagi sungai sungai. Apakah kau terjebak beton beton padat ?;Bukankah kasihan tak bisa di percakapkan?;Rebutlah waktu dengan kedalaman tubuhmu.
Puisi no.2 Grace di reruntuhan peradaban
Mata menangkap kota yang menangkap air garam dari tubuh. Waktu menempel ketat dan kata mengikat kencang mengikuti dengan riuh atau terkadang bisu sama sekali.Jakarta tidak mengemban Jogja yang gelisah. Rupa rupa spirit urban bergaul dengan rupa rupa mesin yang macet menunggu kepalsuan berikutnya.Dua kereta angin memotong waktu.Jembatan sebrang pejalan kaki dipaksa iba memangkas jarak. Perempuan muda cantik dari gedung lantai enam bertemu keringat yang belum kering. Seraut wajah teduh yang seperti pernah kujamah. Telapak tangan kaku yang bertukar senyum. Peristiwa yang lembut dan hangat. Kami ke angkasa lain di ruang orang orang rapi selesai hajat pagi yang ranum. Kereta angin di tempat yang tak semestinya. Wajah wajah yang sibuk menghindari derita berkerumun menyimpan kejutnya rapi di lantai karpet bersih dan udara yang tersaring baik, demi melihat kami. Sapa bertukar nama. Grace menggiring ke meja makan.Sahabat mengambil puding dari meja yang lain. Sepiring puding habis sebelummenu utama nasi yang sekuning bunga matahari. Percakapan seperti drama radio. Ruang dan waktu bergerak pelan menuntun hasrat ke gerai kopi di lahan subur para pemodal, menimang nimang lidah pribumi: Senja lindap begitu saja.
…………………………………………………………………………………………………………………
“ Sembilan belas hari tiga sepeda di halaman kota, dan kota menjadi ranjang yang akrab. Apakah segala sudah tersedia ?Ada yang tidak beres dengan ranjang metropolitan ini, wajah pionir menjadi kabur, kota menjadi sekotak perhiasaanyang menjelma mimpi di siang bolong. “
………………………………………………………………………………………………
Creamuspoems ;
Lahir bukan kebetulan melainkan upaya kerja-kerja personal dengan mencoba merumuskan dunia puitis dari alam semesta, dan menjalani dengan ringan dan menyenangkan tanpa harus kehilangan keseriusan. Prinsip kerjanya, berawal dari teks, membedah dan merumuskan terciptanya konstruksi puitik yang sangat terbuka bagi setiap bentuk hasil akhir. Pada kerja yang sudah-sudah, konstruksi dilakukan berdasar pemahaman bunyi, bentuk visual, serta gerakan-gerakan yang sangat mandiri dan bebas namun satu dan yang lainnya saling berkaitan, walau terkadang ketika merumuskannya, eksekusi karya tersebut bisa sangat personal, sangat subyektif. Untuk itu pada setiap pertunjukannya Creamus selalu menyertakan sebuah ’kertas performance‘, semacam selebaran yang berisi teks puisi dan sedikit kata pengantar. Hal yang diharapkan dapat menumbuhkan ruang diskusi secara terbuka dan memungkinkan terciptanya sebuah relasi manusia yang utuh, yang semoga dapat membimbing Creamus untuk bersentuhan, mengalami dan menyimpan banyak hal ketika perjumpaan itu tidak harus dibatasi oleh status sosial, profesi, usia, kelas, kultur, kulit, agama, berapa jumlah penghasilan perbulan dan sebagainya, namun justru saling berbagi perbedaan dan pada saat itulah penghargaan terhadap manusia menjadi penting dan semakin sangat penting bagi Creamus. Secara sederhana kiranya demikian semangat yang coba kami jaga dan tawarkan. Terima kasih. Salam.
Puisi Performance Creamuspoems; Yoyo jewe dan Bagus Dwi Danto Teks Yoyo jewe dan Inna Hudaya Performer Yoyo jewe, Bagus Dwi Danto,Inna Hudaya, Sono Tatto Support RUMAH BUAH – LENTENG AGUNG Road Manager Inna Hudaya>> 081562969500 Email/Blog creamuspoems@yahoo.com - www.creamuspoems.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar